Cara Mencari Jejak Jika Tersesat di Hutan - Kisah ini diambil dari perjalanan saya dengan 3 teman saat mencari letak goa “Batu Putih” dan sekaligus sebagai pengingat, bahwa beberapa tahun yang lalu di belantara bumi SAWERIGADING. Di mana, 3 rekan sesama penggiat alam bebas (MAPALA) yang mengikuti lomba lintas alam; hilang sekitar dua bulan lamanya. Satu di antaranya ditemukan dalam kondisi hanya tinggal tulang belulang saja. Sementara Tim SAR gabungan kala itu, menurunkan tim-tim terbaiknya dalam pencarian dan melibatkan pula penduduk sekitar. Namun mereka dibuat bingung juga, dikarenakan titik-titik informasi hilangnya Mapala tersebut telah disisir sesuai dengan prosedur pencarian jejak, namun hasilnya tetap nihil. Apakah ini disebabkan mitos yang beredar di kalangan penduduk wilayah diadakannya lomba. Huwallahu a’lam bissawab..! [Foto/Google Seearch]
Namanya juga manusia; saat masih dalam pencarian Mapala yang hilang tersebut, rasa jenuh pun menghampiri beberapa rekan tim SAR yang kebetulan satu tim dengan teman yang mewakili organisasi kami. Teman ini mendengar ada yang ingin menghentikan pencarian. Maka dengan sangat terpaksa teman ini harus bersikap kasar dengan mengancam (maaf) parang ke arah anggota tim SAR yang mencoba menghentikan pencarian.
Jadi, buat rekan-rekan pencinta alam atau bagi Anda yang baru bergabung di Organisasi Pencinta Alam, di bawah ini ada beberapa langkah sederhana yang pernah kami tempuh saat tersesat di hutan, semoga bisa dijadikan sedikit acuan di luar daripada buku panduan pendakian yang mungkin saat ini berada di tangan Anda.
Amati sekeliling Anda, analisa setiap sudut dari pandangan Anda. Lalu Pejamkan sejenak mata Anda dan ucapkan dalam hati 'ihdinah siraatal mustaqiim" yang artinya: tunjukilah kami jalan yang lurus (benar),(Al-Fatihah: 6) yang diawali dengan bacaan shalawat.
Setelah itu di depan Anda, kenali ciri apa yang menarik perhatian. Begitu pula di kiri, kanan serta belakang Anda. Tandai dengan cara ini.
Saat itu kami berempat. Masing-masing dari kami mengambil posisi seperti arah penunjuk mata angin/kompas. Depan, belakang, kiri dan kanan. Kemudian kami memulai mencari jejak menyesuaikan tugas masing-masing. Ada yang bergerak ke arah kanan, ke arah kiri, ke depan dan ke belakang. Ini kami lakukan karena posisi matahari tak terlihat (mendung/menjelang mahgrib), apalagi tidak membawa kompas dan rekan yang di divisi navigasi tidak ikut serta
(pohon), amati dengan seksama. Mungkin ada tanda-tanda rute yang Anda lalui yang dapat terlihat walau samar-samar. Kebetulan saya berada di posisi ini, jadi saya dapat memperhatikan arah pergerakan teman-teman. Selanjutnya, salah satu teman yang mencari dari arah sebelah kanan berteriak, ia menemukan goresan panjang berlekuk seperti goresan kalau kita menggunakan kayu untuk menggaris tanah. Lalu kamipun berkumpul dan menyingkirkan ranting dan dahan yang menutupi goresan tadi. Setelah itu, semua berlarian ke tempat yang lebih tinggi, tepatnya di posisi di mana saya tadi memanjat pohon.
Dan benar saja apa yang kami simpulkan, bahwa saat ini kami berada di tepinya. Sedangkan yang di bawah adalah dasarnya. Inilah adalah merupakan peninggalan dari seleksi alam. Yakni, bekas sungai yang memiliki garis tengah berkisar 4 sampai 5 meter dengan ketinggian kurang lebih 3 sampai 4 meter (menurut perkiraan). Meski keseluruhan tepi sungai di sisi sebelah pencarian arah belakang telah hilang. Berbekal dari hasil temuan ini, maka pencarian jejak kami fokuskan ke atas tempat terakhir kami berkumpul. Dan Alhamdulillah, tak berselang beberapa menit berlalu jalur utama kami temukan seiring dengan redupnya cahaya sang mentari ditelan malam..!
Agar kejadian seperti ini tidak terulang. Baiknya pastikan kompas sudah ada di dalam tas, jangan lupa juga agar melihat posisi matahari. Dan yang terakhir tetap rendah hati, jangan tunjukkan kecongkakan di hadapan Alam. Sekian, Wassalam. SALAM RIMBA..!