Tentunya Anda tidak asing lagi dengan kata setan, hantu, pocong, demit dan seterusnya. Mungkin banyak di antara kita yang pernah melihatnya, apakah itu karena hasil ilusi semata yang diciptakan oleh pikiran kita yang diakibatkan karena ketakutan berlebihan terhadap sesuatu (phobia). Ataukah karena orang tersebut memang telah memiliki kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir (indigo). (gambar: hollowen)
Selain dapat melihat, orang yang diberi kemampuan ini bahkan dapat berkomunikasi langsung dengan dunia abstral. Namun sebenarnya inilah penyerupaan jin yang selalu mendampingi manusia saat masih hidup. Dari yang pernah didengar, bahwa mahluk setan dan sejenisnya ternyata menyukai hal-hal yang kotor, mereka senang memakan makanan seperti (maaf) kotoran hewan dan manusia. Dan mereka pun sangat menyukai daerah yang bersuhu dingin.
Memang, dunia abstral tak jauh dari kehidupan keseharian kita. Apalagi kalau kita berada di luar rumah. Setannya tidak bisa dibedakan. Ada yang Ahli di bidangnya masing-masing. Mampu mencari celah demi keuntungan pribadi tanpa memikirkan tuyul-tuyul yang cuma memakai kolor putih. Terlebih lagi, yang berada di gunung, melirik ke kita saja badan langsung kaku, gemetar, persendian serta bulu-bulu di sekujur tubuh menegang hingga sulit bernapas. Lantunan Do'a-Do'a tidak mempan, dan sepertinya mereka sudah kebal.
Berikut Penggalan-Penggalan cerita yang pernah dialami bersama dengan teman-teman saat masih aktif di jelajah rimba, sekaligus sebagai pembelajaran tersendiri buat Penulis, agar senantiasa mengingat akan kebesaran-Nya.
- Kurang lebih sekitar pukul 02.00 dinihari, lirik lagu Om Iwan Fals 'Tampomas' terbakar ; " bukan-bukan itu.. aku rasa kitapun tau.. petaka terjadi karena salah kita sendiri.." di tengah lagu ini dinyanyikan, ada dua sosok transparan mengenakan pakaian putih berdiri berdampingan berada di belakang tenda kami. Sosok yang pertama berambut panjang menyentuh pinggang, sedang sosok yang kedua berambut pendek rapi tersenyum ke arah kami. Sangat jelas penampakannya, mungkin karena seringnya kami mendaki gunung tersebut, akhirnya mereka sempatkkan diri untuk menyapa. Bagaimana dengan kita sesama Muslim?
- Ditemani iringan gitar Nugie 'Pelukis Malam' mengalung melalui mini tape, menambah suasana malam saat itu begitu syahdu membuai hati. Kira-kira pukul 01.47 menit suhu mungki hampir mendekati 18°C. Tiba-tiba seorang Nenek muncul. Bertelanjang kaki, memakai tongkat, pakaian longgar serba kehitaman, rambut acak menyentuh punggung sebagiannya lagi menutupi wajah
- Saat itu kami menemani beberapa pelajar SMU yang katanya ingin merasakan suasana di hutan. Malam pertama di hutan; dinihari di dalam tenda, mulanya salah satu pelajar wanita mengeluhkan hawa dingin, sahabat pelajar tersebut mencoba tuk menenangkan, sedangkan kami berada di luar nikmati suasana malam. Tiba-tiba sang pelajar tadi berlari keluar tenda dan mendekati tepi jurang, sontak saja kami memburu lalu menangkapnya kemudian membawanya kembali masuk tenda.
- Masih di tempat yang sama; Beberapa pelajar berlarian di tengah malam menghampiri tenda kami menceritakan, bahwa baru saja di tendanya di datangi Pocong. Kalau mengingat kejadian malam itu, serasa mau ketawa juga, ceritanya seperti di pilem-pilem. Katanya si Pocong tepat berada di depan tenda mereka, sesekali si pocong berkelakuan seperti orang yang sedang mengintip. Akhirnya diputuskan, agar pelajar tadi bermalam di tenda kami.
- Sosok tinggi menjulang seperti menyentuh awan (raksasa), semua berlarian saat melihat ini di hutan.
- Saat mangambil air, ada sosok transparan berambut panjang sedang memperhatikan kami, duduk di dahan pohon, mimiknya dingin sedingin tubuh saat melihatnya.
- Meraba rute goa batu putih. Dua sosok perempuan mengikuti kami saat bermalam di bawah mulut goa.
- Saat memasak di dalam perjalanan (maghrib), sosok besar, hitam legam memperhatikan kami di balik pepohonan. Wassalam
Melintas di depan tenda kami, tak beberapa lama berselang setelah Nenek itu melintas, terlihat keranda mayat melayang diusung oleh empat orang mengenakan pakaian bertudung putih hampir bersamaan dengan munculnya sepasang kelinci putih yang berlarian keluar dari belakang tenda
Setelah pelajar ini kembali tenang, ia mengeluarkan beberapa kalimat yang kami tidak mengerti apa maksudnya, dikuti dua sahabat lainnya, (wanita juga) saling berkomunikasi satu sama lain. Di pikiran kami saat itu, mungkin pelajar yang lari keluar tenda tadi beserta 2 sahabatnya lagi kesurupan. Kebetulan salah satu teman di devisi supranatural hadir kala itu. Dan suasana kembali seperti semula.
Seminggu (kalau tidak salah) setelah kejadian di hutan itu, kami mendapat kabar bahwa ketiga pelajar ternyata kesurupan lagi. Hampir 3 bulan lamanya kami berteman dengan sosok yang berada di pelajar tersebut. Dan ramadan akhir dari semua dan betul-betul kembali dalam kondisi seperti sediakala. Dengan adanya kejadian ini, banyak memetik pelajaran tentang kematian. Jadi, buat Anda kaum Hawa : Jangan ke hutan jika sedang 'dapat'. Bedakan antara hutan dan rumah, kontrol selalu pikiran (ingat yang di atas), apapun itu, jangan berlebih-lebihan terhadap sesuatu.
Mereka punya jalan, kitapun punya jalan sendiri. Salam Rimba..!