27 Feb 2015

Dongeng Cucu Raksasa

Dongeng Cucu Raksasa - al-Kisah diceritakan; Pada jaman dahulu kala, di sebuah kampung nan jauh dari belantara peradaban manusia kala itu; hiduplah sekumpulan remaja yang kesehariannya tak lepas dari perilaku jahiliyah. Istilah yang sudah jarang lagi terpakai atau mungkin saja tak dilirik sama sekali. Namun, memegang teguh rasa malu serta semangat kebersamaan yang tinggi.
Bila dibandingkan, di era platinum yang katanya dipenuhi oleh insan-insan intelektual. Di mana, kebanyakan orang-orang begitu mudah menyamarkan dialektika bahasa dan lebih mengedepankan ke-AKU-an diri (selfie moment). Bahkan, adapula yang secara terang-terangan, mencoreng harga diri wajah perikemanusiaan demi raga-raga kotor perusak generasi. Kembalikan saja semua!; Di Matanya, Kami bukanlah orang hebat.. Padahal kami punya Do'a yang senantiasa menjadi perisai ~ senjata kami..
Memang, tak berbeda jauh dengan lingkaran kehidupan para Remaja tersebut di atas. Hanya saja, tingkah laku yang diperlihatkan riil tanpa embel-embel kemunafikan (lugu). Kendati, pundi-pundi emas dikumpulkan tiap harinya.


DongenG    Cucu    RaksasA
Siang mengais kulit, ditemani sentuhan lembut semilir angin terbangkan serbuk bunga. Nampak sesosok remaja duduk bersandar menyendiri, meringis kesakitan di atas bangku kayu. Sembari sesekali menatap nanar dedaunan yang berguguran, tanpa pedulikan lalu lalang kendaraan di depannya. Dan suara yang terdengar dari mulut remaja berumur belasan tahunan tersebut, seperti desis ular yang siap mencumbui mangsanya.

"Amboii.. gerangan apakah ini?!"


Dongeng Cucu Raksasa

Tubuh yang disesaki oleh jejak torehan-torehan jarum design artist Si Pittore yang membalut hampir sekujur tubuh; memelihara seekor mozaik abstrak cicak, tapi lebih mirip anak al-Dinosaurus menggelayut mesra di tangan sebelah kiri.

Rambut sebahu, dengan vokal lantang membahana memecah keheningan malam. Tatkala menghadapi lawan main di lapangan futsal. Pun raganya yang merupakan tempat menggali cagar budaya alam terpendam Sang Arkeologi ini, lagi dirundung sedih. Sedih, bukan karena Sang Ibunda tercinta lebih mencari sendok ketimbang dia. Tapi sepertinya, ada sesuatu hil yang mustahal yang begitu berat untuk ia utarakan.

“Tolong, tambahkan lagi M3nya!”.

Hanya berbekal kain kasa dengan kapas seadanya; anak al-Dinosaurus dimandikan menggunakan soda api. Perih terlihat dari raut wajahnya; mata kian memerah, muka pucat, dan senyap mencoba menyembunyikan tetesan embun. Tak tega juga melihat penderitaan yang dia alami. Namun, ia terus saja memaksa.

“Inikan, baru beberapa hari lalu buatnya.. kenapa tiba-tiba mau dihapus Van?”.

“Pelan-pelaan..!”. Serunya dengan muka kecut sambil menahan rasa sakit.

“Yang ini belum..”. Sambungnya.

Cukup lama juga satu dua tiga, terjepit di selah jari bertuliskan Ivan yang nyaris menyentuh kulitnya. Lalu dengan sigap ditarik dalam-dalam, ditahan kemudian dihembuskan, membentuk lingkaran-lingkaran.

Bersamaan dengan itu pula, muncullah Paman Dolik dengan membawa Teh Jamaika, "???, iya, ada apa sebenarnya Van?".
Wajah yang sedari tadi tertunduk lesu dan tak mempunyai gairah sama sekali ini, mengangkat dagunya lalu tertunduk lagi dan berujar dengan nada pelan,: Ketiperi minta anak kadal ini dihilangkan.. katanya geli liat ini.. taukan, saya lagi suka dengan Ketiperi. Untung cuma ini saja.. Coba, kalau minta dibuatkan Masjid dengan seribu menara dalam semalam?!
Oo.. Ternyata ia sedang jatuh cinta! Alhamdulillah, ia masih memiliki seonggok daging yang berfungsi dengan normal. Ha..ha..ha..

"Koin Untuk Tony Abbott, Perdana Menteri Australia"