Gejolak kebangkitan pemuda-pemudi Palestina melawan penjajah Israel dalam intifadhah al-Quds atau juga disebut Intifadhah ke-3 mengangetkan dunia, termasuk kalangan Israel. Bagaimana tidak, pemuda-pemuda Tepi Barat dan Jerusalem Timur yang selama ini dikenal tidak melakukan perlawanan layaknya bumi Gaza, pada awal Oktober 2015 lalu tiba-tiba bereaksi dengan senjata batu dan pisau melawan Israel, melahirkan dan membuat suasana Israel mencekam dan dilanda ketakutan. (Gambar/Foto: Google Search)
Ketika kegelapan kian mencekam di sekelilingku, dan kesedihanku menggumpal bagai kabut pekat yang mengerikan. Perlahan tangannya menggapai hadir dari kejauhan, melukis bayang-bayang tanah air. Dan karena kesedihannya mengalir dalam urat nadiku, menjelma menjadi rintihan yang kian mendayu-dayu dan merobek segenap kebisuanku!
Dan melahirkan fajar yang tak pernah tahu merunduk dan menyerah, sebab mataharinya.. adalah tanah air. Kupersembahkan seluruh kemarahan ini Kepada ibu dan ayahku.
Palestina; Realita paradoksial mudah diitemukan di tanah ini. Tank dan senjata berat beradu dengan lemparan batu-batu, senjata otomatis bersaing dengan tembakan ketapel. Ibu-ibu dan anak-anak, hampir setiap detik meregang nyawa lantaran bidikan peluru yang tak kenal ampun. Tak ada tawar menawar untuk tanah yang telah terjajah.
Ini bukan sekadar cinta, juga bukan sekadar kegilaan. Bagai garis-garis fajar melintang di pelupuk matamu, sembari tersenyum. Air matanya adalah senak-senak kepedihan yang berbaur dengan angan-angan. Ini bukan sekadar cinta. Juga bukan sekadar fatamorgana. Namun ini adalah tanah air.
Para bocah Palestina berdiri menantang. Cinta yang menjadikan realitas paradoks itu dilawan. Masih terlalu muda baginya untuk paham semuanya. Tapi, begitulah orang Palestina, mereka dipaksa dewasa melebihi usianya.
Muhammad. Inilah wajah yang selalu tersenyum menghadapi kehidupan dan kematian. Di pelupuk matanya warna-warni pelangi menyatu dalam jubah belasungkawa. Ia selalu bingung memikirkan ibunya yang remuk-redam dalam mimpi-mimpinya untuk kembali ke tanah airnya. Hidup ini kelihatan memang begitu; hanya mengenal kata-kata dasar dari visa ketololan untuk sebuah keberangkatan.
Zionis tidak sanggup berdiri di hadapan rakyat Palestina. Mereka mencintai mati, seperti Zionis mencintai kehidupan. Jika kami diam, Zionis akan ambil Masjid al-Aqsha. Dan Ketika para wanita suci dibunuhi, Demi Allah! Kami bangkit berjihad.
Jihad Rajbi: Pemberontakan tanpa darah