Sebenarnya bingung juga mau nulis apa tentang bagaimana beradaptasi saat berada di gunung. Berhubung bila naik ke gunung itu sekadar piknik atau melepas penat saja. Jadi tidak begitu paham betul bagaimana seharusnya atau apa yang dilakukan bila berada di gunung.
Dan lagi, bila memperhatikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan teman-teman yang tergabung dalam komunitas pencinta alam saat berada di gunung cuma itu-itu saja. Ada juga yang betul-betul memperhatikan kelestarian hutan gunung seperti bersih-bersih gunung dan melakukan observasi.
Tapi sayangnya masih bisa dihitung jari, selebihnya habis muncak sampah ditinggalkan begitu saja. Terakhir kali melihat, aliran sungai yang dulunya bersih, kini di dasarnya banyak ditemui nasi dari bekas cucian. Belum lagi jalur-jalur rawan dibiarkan tanpa ada tanda-tanda peringatan. Ini dikarenakan, motivasi orang mendaki gunung itu berbeda-beda.
Beradaptasi di gunung disebut Aklimatisasi. Yakni, bertujuan untuk bertahan pada kondisi lingkungan yang berbeda dari tempat asal. Penyesuaian tubuh dengan lingkungan pegunungan, termasuk cuaca maupun kelembapan udara dengan bermalam satu sampai tiga hari lamanya di satu tempat. Atau sambil mendaki, aklimatisasi dapat juga dilakukan dalam perjalanan tergantung bagaimana kondisi fisik.
Lama proses ini dilihat dari ketinggian gunung yang akan didaki. Bila hari pertama mengalami demam, berarti tubuh mulai bereaksi, tunggu hingga keesokan harinya. Namun apabila merasa sudah baikan silahkan dilanjutkan pendakian.
Itulah mengapa di titik-titik jarak tertentu sepanjang jalur pendakian, dipasang pos-pos atau shelter sebagai titik berlindung sekaligus tempat pendaki melakukan aklimatisasi. Aklimatisasi kadang dilakukan ketika berada di pos daki atau dalam jalur pendakian. Dan sebaiknya jangan dipaksakan jika kondisi tubuh kurang fit, karena nantinya akan menjadi beban.
Seperti yang pernah ditemui, ada seorang pendaki yang terpisah dari rombongannya. Mungkin teman ini merasa sudah banyak gunung yang didaki menyebabkan ia memandang remeh rute pendakian sehingga melupakan tahap adaptasi terhadap daerah pendakian. Dari penuturan sahabat alam ini mengatakan, bahwa kebiasaan selama mendaki ia tidak terlalu memperhatikan masalah makanan. Akibatnya, ketika menemui rute yang tidak biasa ia kehabisan tenaga (treble).
Kalau pendaki melakukan aklimatisasi, maka para climber juga melakukan tahap adaptasi tubuh di tebing, bila merasa proses adaptasinya gagal, ia turun dan tidak memaksakan diri untuk melanjutkan pemanjatan.
Jika sudah berada di gunung (camp) dan tak ingin sakit, nikmati saja keindahan dan kesejukan daerah ketinggian. Ringankan beban pikiran dan tidak berdiam diri, agar tumbuhan serta pepohonan yang ada di sekitar cepat akrab dengan kita. Lakukanlah kegiatan yang membuat hati tenang dan perhatikan pula asupan gizi yang masuk ke tubuh. Bawa selalu cewe' SB biar ada yang menemani kalau kedinginan.