6 Sept 2014

Cara Memahami Arti Puisi

Cara Memahami Arti PuisiMemahami Apa Arti Puisi. Puisi adalah sebuah karya seni kata-kata yang bisa dinikmati manusia. Dengan akal budi dan perasaannya, manusia bisa menangkap pesan-pesan dalam puisi meski tidak semuanya dapat dipahami secara utuh. Masing-masing individu punya daya tangkap dan pemahaman yang berbeda dalam meng-apresiasi sebuah puisi. Ketika sebuah puisi dibaca seratus orang, maka boleh jadi akan menimbulkan seribu pemahaman dan penemuan arti secara tak terduga karena puisi lahir dari karakternya sendiri. (gambar: .com)

Lewat kekuatan metafora dan racikan bahasanya yang khas, seorang penyair bisa melahirkan puisi. Menghibur diri dan menghadirkan kejutan bagi pembacanya. Pembaca boleh jadi mengalami ketidakberdayaan ketika harus memahami puisi yang dibacanya.

Sejak dulu kehadiran puisi selalu mengundang tanda tanya, mengundang ketidakmengertian bagi orang lain. Jangankan oranglain, penyairnya sendiri boleh jadi tidak tahu persis apa yang ia tulis

Puisi adalah sebuah pernyataan, sebuah saksi kehidupan, bahkan bisa juga menjelma sebagai ikrar jiwa jika ditulis dengan penuh kesungguhan dan tanggungjawab. Tanggungjawab penyair terhadap puisi yang ditulisnya tidak sekadar pada konsistensinya dalam melahirkan ide-ide puisi, melainkan pada kejujurannya dalam berekpresi. Yakni selarasnya kata dengan perbuatan. Jika prinsip dasar ini dilanggar, maka ia sendiri yang akan menanggung akibatnya. Si Penyair akan di-cap sebagai pendusta yang lupa dengan kata-katanya sendiri.

Penyair berusaha menambang nilai-nilai keindahan. Dengan bekal hati nurani, penyair bisa bersuara secara jujur menceritakan apa yang sedang terjadi atau barangkali mengungkapkan sesuatu yang tidak disadari oranglain. Penyair bisa menangkap sinyal-sinyal ketidakadilan dan kebobrokan dunia, lantas ia bersuara meski hanya lewat bait-bait puisi.

Sebagai manusia biasa, penyairpun bisa terjebak dan berselingkuh dengan keadaan. Ia bisa saja menghianati kenyataan dan bersikap pengecut. Tidak berani bersuara apa adanya, meski ia menemukaan sejumlah ketidakberesan yang membahayakan masyarakat. Ia lebih memilih menulis dan merancang puisi melankolis untuk kepentingan-kepentingan pragmatis. Ia tidak ingin bernasib tragis seperti Wiji Thukul yang diculik dan tak jelas rimbanya.