Cerita sebelumnya Dongeng Si Bungsu dan Putri Raja Bag. 2 Deburan ombak saling kejar mengejar sesekali memeluk sesosok tubuh yang tergeletak diam tak berdaya di tepi pantai. Wajah tampan nan pucat dengan luka menyentuh pasir, berambut panjang sepunggung; berpakaian berwarna krem dipadukan celana cungkring hitam kecoklat-coklatan yang begitu sepadan dengan warna kulit.
Tangan sebelah kirinya masih menggenggam sepasang belati, seolah-olah tak ingin melepaskan. Sedangkan dibalik baju yang dikenakan, ada semacam rantai perak mengkilap bila diterpa sinar matahari pagi.
Di dekat tubuh orang itu tlah berdiri seorang Nenek tua. Penampilannya cukup sederhana, tidak ada yang nampak mencolok dari diri nenek ini. Meskipun berusia sekitar 73 tahun, ternyata ia mampu membawa tubuh sang pemuda dengan rangkaian-rangkaian dahan kayu yang dirakit terlebih dahulu. Mungkin karena ia hidup sendiri di tengah hutan, membuatnya tangguh dibandingkan dengan nenek-nenek seusianya.
Dua hari lamanya Si Bungsu tidak sadarkan diri. Dengan sisa-sia tenaga yang ada, ia berusaha bangkit dari pembaringan dan mencoba melangkah keluar untuk menghirup udara segar. Saat itu matanya tertuju pada seorang nenek tua yang sedang meniup tungku di dapur.
Suasana sekitar gubuk tempat tinggal nenek tua membuat Si Bungsu merasa begitu nyaman. Kicauan burung yang hinggap di dahan, pepohonan nan rimbun hingga binatang-binatang hutan yang sesekali melintas. Mengingatkan ia akan kesejukan suasana desa dan ayahanda tercinta yang ditinggalkannya beberapa tahun silam.
Waktu terus berlalu, siang berganti malam; malam berganti pagi. Tak terasa sudah hampir lima purnama Si Bungsu tinggal bersama si nenek tua mengumpulkan kayu bakar untuk selanjutnya di jual ke kota raja. Sehingga bagi si nenek tua, Si Bungsu sudah dianggapnya sebagai cucu sendiri.
Pagi itu, hanya si nenek tua saja yang berangkat ke kota raja, segala keperluan termasuk perbekalan selama perjalanan sudah dimasukkan ke dalam keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan Si Bungsu, seperti pada hari-hari sebelumnnya masuk ke tengah hutan mencari kayu bakar.
Si Bungsu semakin jauh masuk ke tengah hutan, satu persatu dahan kayu kering dipunguti lalu dikumpulkan di satu tempat. Tujuannya agar memudahkan ia memperkirakan seberapa banyak kayu yang bisa dibawa pulang nantinya. Bila ditumpuk sekaligus, dikhawatirkan sisa kayu bakar yang tidak bisa dibawa pulang bakalan diguyur hujan; Pikirnya.
Di tengah Si Bungsu beristirahat; samar-samar di telinganya mendengar seseorang berteriak minta tolong. Si Bungsu pun segera beranjak kemudian menyelidiki dari mana gerangan suara yang meminta tolong tersebut berasal.
Dedaunan beterbangan, sekelebat bayangan hitam besar melewati selah-selah atas pepohonan. Memang tidak nampak jelas, dikarenakan lebatnya belantara rimba membuat Si Bungsu mengikuti dari jejak-jejak yang ditinggalkannya saja.
Sementara itu di Kota Raja,
Seperti halnya pasar pada umumnya, berbagai jenis barang dagangan diperjual belikan. Si Nenek tua bersiap-siap tuk kembali pulang, tetapi sebelumnya ia mampir dulu membeli kebutuhan untuk dua hari kedepan setelah memperoleh hasil dari menjual kayu bakar dan jamur yang ia kumpulkan juga di hutan. Dan tak jauh dari tempat si nenek tua, muncullah pasukan kerajaan.